Genosida Banda: Kejahatan Kemanusiaan Jan Pieterszoon Coen bukan hanya merungkai penafsiran semula sejarah pembunuhan beramai-ramai di Banda, Maluku oleh kolonial Belanda, malahan menempatkan VOC sebagai kekuatan sistem penindasan kolonial yang menjalankan jenayah penghapusan etnik. Lantas, ia kaitkan itu semua dalam konteks yang lebih luas sebagai ‘sejarah nasional’ dan asal-usul Belanda sebagai negara bangsa. Di pintu masuk Regentenkamer, The Hague, terpaku cuplikan kata-kata Jan Pieterszoon Coen: ‘Daer can in Indiën wat groots verricht worden’ [Something magnificent can be done in the Indies]. Sehingga ke hari ini, biarpun sosok itu bertanggungjawab dengan limpahan darah jenayah genocide, beliau kekal disanjung sebagai pendiri empayar kolonial Belanda. Apakah kolonialisme itu, seperti apa bentuknya dan bagaimana diwariskan sebagai kebudayaan di tanah jajahan dan di negeri penjajah dari masa lalu ke masa kini?
Marjolein berusaha menemukan jawabannya melalui satu peristiwa sejarah di Banda, Maluku pada abad ke-17 yang menjadi pusat rempah paling mahal, pala dan bunganya. Lantas penulis merentangkan waktu ke masa kini. Beliau mengurai diktum Jan Pieterszoon Coen yang sohor sebagai pendasar kolonialisme Belanda di Nusantara, “tiada perdagangan tanpa perang, tiada perang tanpa perdagangan”. Ini menjelaskan bahwa di masa VOC perdagangan tidak melulu berbasis kesepakatan. VOC memaksa Banda berhenti berdagang dengan bangsa lain. Situasi kacau diciptakan di Banda sejak VOC datang berkapal-kapal pada 1599. Penduduk Banda menolak monopoli sehingga VOC memutuskan menggunakan kekerasan. Pada 1621, Coen membunuh secara beramai-ramai, lalu mengusir dan memperhambakan penduduk Banda.
Reviews
There are no reviews yet